Sabtu, 07 Oktober 2017

Kerukunan Antar Umat Beragama

KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
          I.          PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 34 provinsi. Terdapat banyak suku pada setiap pulaunya. Indonesia memiliki semboyan Bhinekka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda namun tetap satu jua. Semboyan tersebut sesuai dengan keberagaman yang ada di Indonesia. Terdapat enam agama yang diakui oleh Indonesia, yaitu Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Kong Hu Cu.
Islam merupakan agama dengan jumlah pengikut yang paling banyak di Indonesia. Muslim memang menjadi mayoritas penduduk di Indonesia, namun hal tersebut bukan berarti muslim dapat sewenang-wenang terhadap penduduk yang beragama lain. Tenggang rasa yang tinggi merupakan hal yang dipastikan keberadaannya dalam jiwa seorang muslim. Sikap tenggang rasa, toleransi dan saling menghormatilah yang menciptakan kerukunan diantara umat beragama.

        II.        PEMBAHASAN
II.1.                      Pengertian, Tujuan dan Landasan Hukum
Rukun, merupakan kata yang tidak asing di telinga seorang muslim. Terdapat dua rukun yang dikenal oleh setiap muslim, yaitu rukun Islam dan rukun Iman. Seorang muslim pasti mengetahui apa arti dan isi kedua rukun tersebut. Rukun merupakan serapan dari Bahasa Arab yakni “ruknun” yang artinya asas-asas atau dasar[1]. Secara adjektiva, rukun berarti baik atau damai. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kerukunan antar umat beragam yaitu asas-asas atau dasar dari suatu kehidupan bermasyarakat, dimana dalam kehidupan tersebut terciptanya suasana damai, aman, dan tidak bertengkar walaupun memeluk agama yang berbeda.
Suatu hal diterapkan pastilah berikut dengan tujuannya, begitu pula dengan kerukunan antar umat beragama. Tujuan dari kerukunan antar umat beragama yaitu untuk memotivasi dan mendinamisasikan semua umat beragama agar dapat ikut serta dalam pembangunan bangsa. Dengan adanya kerukunan, seluruh masyarakat dengan agama yang berbeda dapat berkolaborasi dan bekerja sama untuk turut ikut serta dalam membangun bangsa Indonesia.
Kerukunan antar umat beragama di Indonesia mempunyai beberapa landasan hukum yang kuat. Pancasila merupakan landasan Idiil dari kerukunan umat beragama. Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan sila pertama serta landasan hukum dari kerukunan umat beragama. Undang-Undang Dasar 1945 merupakan landasan konstitusional dari kerukunan umat beragama. Pasal 29 ayat 1 dan 2 dari UUD 1945 memiliki arti bahwa Indonesia merupakan negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan menjaminkan kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama dan beribadah sesuai dengan kepercayaannya. Terdapat pula ladasan strategis yaitu ketetapan MPR No. IV Tahun 1999, dan landasan operasional yang berisikan beberapa UU, keputusan bersama, SK Menteri Agama, dan surat edaran Menteri Agama RI[2].

II.2.                      Wadah Kerukunan Umat Beragama
Indonesia memiliki wadah yang dahulu bernama Konsultasi Antar Umat Beragama, yang kemudian berubah menjadi Musyawarah Antar Umat Beragama. Wadah tersebut ditujukan untuk menciptakan kerukunan dan keamanan dalam interaksi antar umat beragama. Kerukunan umat beragama di Indonesia ada tiga, yaitu : kerukunan antar umat beragama, kerukunan intern umat beragama, dan kerukunan umat beragama dengan pemerintah. Pada Musyawarah Antar Umat Beragama memiliki usaha dalam memelihara kesinambungan pembangunan nasional, diantaranya[3]:
1.      Menumbuhkan kesadaran beragama.
2.      Menumbuhkan kesadaran rasa memiliki dan bertanggungjawab terhadap Pancasila dan UUD 1945.
3.      Menanamkan kesadaran untuk saling memahami kepentingan agama masing-masing.
4.      Mencapai masyarakat Pancasila yang agamis dan masyarakat beragama Pancasilais.
Usaha tersebut memiliki batasan-batasan dalam penerapannya. Batasan tersebut merupakan prinsip-prinsip dari usaha memelihara kesinambungan pembangunan nasional. Prinsip tersebut diantaranya[4] :
1.      Tidak mencampuradukan aqidah dengan bukan aqidah.
2.      Pertumbuhan dan kesemarakan tidak menimbulkan perbenturan.
3.      Yang dirukunkan adalah warga negara yang berbeda agama, bukan aqidah dan ajaran agama.
4.      Pemerintah bersikap preventif agar terbina stabilitas dan ketahanan nasional serta terwujudnya
5.      persatuan dan kesatuan bangsa.

II.3.                      Pola Pembinaan Kerukunan Umat Beragama
Terdapat empat pola pembinaan kerukunan umat beragama, diantaranya : kerukunan hidup beragama, kerukunan intern umat beragama, kerukunan antar umat beragama, dan kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah[5]. Pola kerukunan hidup beragama dimaksudkan untuk menjalankan semboyan Bhinekka Tunggal Ika. Dinyatakan bahwa masyarakat Indonesia adalah satu bangsa yang hidup didalam suatu negara dengan ideologi Pancasila. Memiliki suku, adat, dan agama yang berbeda namun saling memperkokoh persatuan.
Pola kerukunan intern umat beragama bermaksud untuk menciptakan kerukunan internal umat suatu agama. Pola ini ditujukan untuk menghindari pertentangan yang bersifat pribadi yang dapat mengakibatkan perpecahan diantara pengikutnya. Pola kerukunan antar umat beragama bermaksud untuk meciptakan kerukunan antar umat berbeda agama. UU pasal 29 ayat 1 dan 2 merupakan dasar dilaksanakannya pola ini. Dalam UU tersebut dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan setiap penduduknya memiliki kebebasan untuk memeluk agama dan beribadah sesuai agama yang diakui oleh Indonesia.
Pola yang terakhir ialah kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah. Dalam pola ini, semua pihak diminta untuk menyadari kedudukan masing-masing dalam menegakkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemerintah mengaharapkan pastisipasi aktif dan pasif dalam pemantapan ideologi Pancasila, pemantapan stabilitas dan ketahanan nasional, suksesnya pembangunan nasional dan pelaksanaan ketiga hal tersebut haruslah simultan.

II.4.                      Langkah-Langkah Dalam Pelaksanaan Kerukunan Hidup Beragama
Langkah pelaksanaan kerukunan hidup beragama terdapat lima langkah. Langkah pertama ialah dasar pemikiran. Dasar pemikiran dapat memberikan pupuk pribadi dalam menciptakan kerukunan umat beragama. Langkah kedua yaitu pedoman pensyiaran agama. Dalam mensyiarkan agama diperlukan pedoman agar dalam pensyiarannya tepat pada tempatnya. Maksudnya adalah jangan menyiarkan agama kepada orang beragama lain dengan bujukan dan tekanan, atau sejenisnya. Langkah bantuan luar negeri hanya pelengkap. Pemerintah berhak mengatur, membimbing dan mengarahkan agar bermanfaat dan sesuai dengan fungi dan tujuan bantuan. Langkah tindak lanjut merupakan langkah pemerintah dalam mengatur pensyiaran agama. Langkah terakhir adalah peraturan-peraturan tentang kerukunan hidup antar umat beragama. Dalam langkah ini pemerintah wajib mengatur dakwah, aliran kepercayaan, teanaga asing, buku-buku dan pembangunan tempat beribadah.

II.5.                      Pokok-Pokok Ajaran Islam Tentang Kerukunan Hidup Beragama
Kerukunan dalam Islam dikenal dengan “tasamuh” atau toleransi. Toleransi antar umat beragama dalam Islam dijelaskan dalam Al-Qur’an yakni surah Al-Kafirun ayat 1-6. Surah tersebut menjelaskan bahwa bagimu agamu dan bagiku agamaku. Islam memiliki empat pandangan terhadap pemeluk agama lain, diantaranya:
1.      Darul Harbi (daerah yang wajib diperangi) adalah daerah yang penduduknya memusuhi Islam dan selalu mengganggu penduduk muslim, maka umat Islam diwajibkan melakukan jihad untuk melawannya.
2.      Kufur Zimmy adalah individu atau kelompok masyarakat bukan islam, tetapi mereka tidak membenci, membuat kerusakan, kekacauan, dan tidak menghalangi dakwah Islam.
3.      Kufur Musta’man adalah penduduk agama lain yang meminta perlindungan keselamtan dan keamanan terhadap diri dan hartanya.
4.      Kufur Mu’ahadah adalah negara bukan Islam yang membuat perjanjuan damai dengan pemerintah Islam, baik disertai dengan perjanjian tolong-menolong dan bela-membela ataupun tidak.

II.6.                      Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia
Kerukunan umat beragama di Indonesia memiliki kebijakan yang harus dilaksanakan, diantaranya :
1.      Kebebasan beragama tidak membenarkan menjadikan orang lain yang telah menganut agama tertentu menjadi sasaran propaganda agama yang lain.
2.      Menggunakan bujukan berupa memberi uang, pakaian, makanan dan lainnya supaya orang lain pindah agama adalah tidak dibenarkan.
3.      Penyebaran pamflet, majalah, buletin dan buku-buku dari rumah ke rumah umat beragama lain adalah terlarang.
4.      Pendirian rumah ibadah harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan umat dan dihindarkan timbulnya keresahan penganut agama lain kerena mendirikan rumah ibadah di daerah pemukiman yang tidak ada penganut agama tersebut.
5.      Dalam masalah perkawinan, terlarang perkawinan antara umat Islam dengan penganut agama lain, seperti diatur dalam Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974. Demikian pula dalam Al-Qur'an pada Surat Al-Maidah (5) ayat 5 dan Al-Baqarah (2) ayat 221

       III.       PENUTUP
Indonesia merupakan negara dengan beragam agama yang dianut penduduknya. Kerukunan adalah hal yang diperlukan untuk menjaga keamanan dan kenyamanan hidup penduduknya. Indonesia memiliki ideologi dan undang-undang yang menyatakan kebebasan beragama dan kewajiban memelihara kerukunan antar penduduk. Terdapat berbagai pola dan langkah yang perlu diterapkan untuk mencipatakan kerurukan antar umat beragama. Islam pun memiliki toleransi terhadap umat agama lain. Islam pun memiliki pandangan-pandangan terhadap umat agama lain. Islam telah menentukan mana umat yang wajib diperangi, mana yang wajib dilindungi, dan lain sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

A. Qohar Masjkoery, Sri Waluyo, Maswanih, Mila Jamila, Mulyadi, Endang Sobana, 2003, SERI DIKTAT KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM, Jakarta: Gunadarma



[1] Diktat agama
[2] Diktat agama
[3] Diktat agama
[4] Diktat agama
[5] Diktat Agama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar