KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
I.
PENDAHULUAN
Indonesia
merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 34 provinsi. Terdapat banyak suku
pada setiap pulaunya. Indonesia memiliki semboyan Bhinekka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda namun tetap satu
jua. Semboyan tersebut sesuai dengan keberagaman yang ada di Indonesia.
Terdapat enam agama yang diakui oleh Indonesia, yaitu Islam, Protestan,
Katolik, Hindu, Buddha dan Kong Hu Cu.
Islam
merupakan agama dengan jumlah pengikut yang paling banyak di Indonesia. Muslim
memang menjadi mayoritas penduduk di Indonesia, namun hal tersebut bukan
berarti muslim dapat sewenang-wenang terhadap penduduk yang beragama lain.
Tenggang rasa yang tinggi merupakan hal yang dipastikan keberadaannya dalam
jiwa seorang muslim. Sikap tenggang rasa, toleransi dan saling menghormatilah
yang menciptakan kerukunan diantara umat beragama.
II.
PEMBAHASAN
II.1.
Pengertian,
Tujuan dan Landasan Hukum
Rukun,
merupakan kata yang tidak asing di telinga seorang muslim. Terdapat dua rukun
yang dikenal oleh setiap muslim, yaitu rukun Islam dan rukun Iman. Seorang
muslim pasti mengetahui apa arti dan isi kedua rukun tersebut. Rukun merupakan
serapan dari Bahasa Arab yakni “ruknun”
yang artinya asas-asas atau dasar[1].
Secara adjektiva, rukun berarti baik atau damai. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa kerukunan antar umat beragam yaitu asas-asas atau dasar dari suatu
kehidupan bermasyarakat, dimana dalam kehidupan tersebut terciptanya suasana
damai, aman, dan tidak bertengkar walaupun memeluk agama yang berbeda.
Suatu
hal diterapkan pastilah berikut dengan tujuannya, begitu pula dengan kerukunan
antar umat beragama. Tujuan dari kerukunan antar umat beragama yaitu untuk
memotivasi dan mendinamisasikan semua umat beragama agar dapat ikut serta dalam
pembangunan bangsa. Dengan adanya kerukunan, seluruh masyarakat dengan agama
yang berbeda dapat berkolaborasi dan bekerja sama untuk turut ikut serta dalam
membangun bangsa Indonesia.
Kerukunan
antar umat beragama di Indonesia mempunyai beberapa landasan hukum yang kuat.
Pancasila merupakan landasan Idiil
dari kerukunan umat beragama. Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan sila pertama
serta landasan hukum dari kerukunan umat beragama. Undang-Undang Dasar 1945
merupakan landasan konstitusional dari kerukunan umat beragama. Pasal 29 ayat 1
dan 2 dari UUD 1945 memiliki arti bahwa Indonesia merupakan negara yang
berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan menjaminkan kemerdekaan tiap-tiap
penduduknya untuk memeluk agama dan beribadah sesuai dengan kepercayaannya.
Terdapat pula ladasan strategis yaitu ketetapan MPR No. IV Tahun 1999, dan
landasan operasional yang berisikan beberapa UU, keputusan bersama, SK Menteri
Agama, dan surat edaran Menteri Agama RI[2].
II.2.
Wadah
Kerukunan Umat Beragama
Indonesia
memiliki wadah yang dahulu bernama Konsultasi Antar Umat Beragama, yang
kemudian berubah menjadi Musyawarah Antar Umat Beragama. Wadah tersebut
ditujukan untuk menciptakan kerukunan dan keamanan dalam interaksi antar umat
beragama. Kerukunan umat beragama di Indonesia ada tiga, yaitu : kerukunan
antar umat beragama, kerukunan intern umat beragama, dan kerukunan umat
beragama dengan pemerintah. Pada Musyawarah Antar Umat Beragama memiliki usaha
dalam memelihara kesinambungan pembangunan nasional, diantaranya[3]:
1.
Menumbuhkan kesadaran beragama.
2.
Menumbuhkan kesadaran rasa memiliki dan
bertanggungjawab terhadap Pancasila dan UUD 1945.
3.
Menanamkan kesadaran untuk saling memahami
kepentingan agama masing-masing.
4.
Mencapai masyarakat Pancasila yang agamis
dan masyarakat beragama Pancasilais.
Usaha
tersebut memiliki batasan-batasan dalam penerapannya. Batasan tersebut
merupakan prinsip-prinsip dari usaha memelihara kesinambungan pembangunan
nasional. Prinsip tersebut diantaranya[4]
:
1.
Tidak mencampuradukan aqidah dengan bukan
aqidah.
2.
Pertumbuhan dan kesemarakan tidak
menimbulkan perbenturan.
3.
Yang dirukunkan adalah warga negara yang
berbeda agama, bukan aqidah dan ajaran agama.
4.
Pemerintah bersikap preventif agar terbina
stabilitas dan ketahanan nasional serta terwujudnya
5.
persatuan dan kesatuan bangsa.
II.3.
Pola
Pembinaan Kerukunan Umat Beragama
Terdapat
empat pola pembinaan kerukunan umat beragama, diantaranya : kerukunan hidup
beragama, kerukunan intern umat beragama, kerukunan antar umat beragama, dan
kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah[5].
Pola kerukunan hidup beragama dimaksudkan untuk menjalankan semboyan Bhinekka Tunggal Ika. Dinyatakan bahwa
masyarakat Indonesia adalah satu bangsa yang hidup didalam suatu negara dengan
ideologi Pancasila. Memiliki suku, adat, dan agama yang berbeda namun saling
memperkokoh persatuan.
Pola
kerukunan intern umat beragama bermaksud untuk menciptakan kerukunan internal
umat suatu agama. Pola ini ditujukan untuk menghindari pertentangan yang
bersifat pribadi yang dapat mengakibatkan perpecahan diantara pengikutnya. Pola
kerukunan antar umat beragama bermaksud untuk meciptakan kerukunan antar umat
berbeda agama. UU pasal 29 ayat 1 dan 2 merupakan dasar dilaksanakannya pola
ini. Dalam UU tersebut dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara berdasar
atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan setiap penduduknya memiliki kebebasan untuk
memeluk agama dan beribadah sesuai agama yang diakui oleh Indonesia.
Pola
yang terakhir ialah kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah. Dalam pola
ini, semua pihak diminta untuk menyadari kedudukan masing-masing dalam
menegakkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemerintah mengaharapkan
pastisipasi aktif dan pasif dalam pemantapan ideologi Pancasila, pemantapan
stabilitas dan ketahanan nasional, suksesnya pembangunan nasional dan
pelaksanaan ketiga hal tersebut haruslah simultan.
II.4.
Langkah-Langkah
Dalam Pelaksanaan Kerukunan Hidup Beragama
Langkah
pelaksanaan kerukunan hidup beragama terdapat lima langkah. Langkah pertama
ialah dasar pemikiran. Dasar pemikiran dapat memberikan pupuk pribadi dalam
menciptakan kerukunan umat beragama. Langkah kedua yaitu pedoman pensyiaran
agama. Dalam mensyiarkan agama diperlukan pedoman agar dalam pensyiarannya
tepat pada tempatnya. Maksudnya adalah jangan menyiarkan agama kepada orang
beragama lain dengan bujukan dan tekanan, atau sejenisnya. Langkah bantuan luar
negeri hanya pelengkap. Pemerintah berhak mengatur, membimbing dan mengarahkan
agar bermanfaat dan sesuai dengan fungi dan tujuan bantuan. Langkah tindak
lanjut merupakan langkah pemerintah dalam mengatur pensyiaran agama. Langkah
terakhir adalah peraturan-peraturan tentang kerukunan hidup antar umat
beragama. Dalam langkah ini pemerintah wajib mengatur dakwah, aliran
kepercayaan, teanaga asing, buku-buku dan pembangunan tempat beribadah.
II.5.
Pokok-Pokok
Ajaran Islam Tentang Kerukunan Hidup Beragama
Kerukunan
dalam Islam dikenal dengan “tasamuh”
atau toleransi. Toleransi antar umat beragama dalam Islam dijelaskan dalam
Al-Qur’an yakni surah Al-Kafirun ayat 1-6. Surah tersebut menjelaskan bahwa
bagimu agamu dan bagiku agamaku. Islam memiliki empat pandangan terhadap
pemeluk agama lain, diantaranya:
1.
Darul
Harbi (daerah yang wajib diperangi) adalah daerah yang
penduduknya memusuhi Islam dan selalu mengganggu penduduk muslim, maka umat
Islam diwajibkan melakukan jihad
untuk melawannya.
2.
Kufur
Zimmy adalah individu atau kelompok masyarakat bukan islam,
tetapi mereka tidak membenci, membuat kerusakan, kekacauan, dan tidak
menghalangi dakwah Islam.
3.
Kufur
Musta’man adalah penduduk agama lain yang meminta perlindungan
keselamtan dan keamanan terhadap diri dan hartanya.
4.
Kufur
Mu’ahadah adalah negara bukan Islam yang membuat perjanjuan
damai dengan pemerintah Islam, baik disertai dengan perjanjian tolong-menolong
dan bela-membela ataupun tidak.
II.6.
Kerukunan
Umat Beragama Di Indonesia
Kerukunan
umat beragama di Indonesia memiliki kebijakan yang harus dilaksanakan,
diantaranya :
1.
Kebebasan beragama tidak membenarkan
menjadikan orang lain yang telah menganut agama tertentu menjadi sasaran
propaganda agama yang lain.
2.
Menggunakan bujukan berupa memberi uang,
pakaian, makanan dan lainnya supaya orang lain pindah agama adalah tidak
dibenarkan.
3.
Penyebaran pamflet, majalah, buletin dan
buku-buku dari rumah ke rumah umat beragama lain adalah terlarang.
4.
Pendirian rumah ibadah harus benar-benar
sesuai dengan kebutuhan umat dan dihindarkan timbulnya keresahan penganut agama
lain kerena mendirikan rumah ibadah di daerah pemukiman yang tidak ada penganut
agama tersebut.
5.
Dalam masalah perkawinan, terlarang
perkawinan antara umat Islam dengan penganut agama lain, seperti diatur dalam
Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974. Demikian pula dalam Al-Qur'an pada
Surat Al-Maidah (5) ayat 5 dan Al-Baqarah (2) ayat 221
III. PENUTUP
Indonesia
merupakan negara dengan beragam agama yang dianut penduduknya. Kerukunan adalah
hal yang diperlukan untuk menjaga keamanan dan kenyamanan hidup penduduknya.
Indonesia memiliki ideologi dan undang-undang yang menyatakan kebebasan
beragama dan kewajiban memelihara kerukunan antar penduduk. Terdapat berbagai
pola dan langkah yang perlu diterapkan untuk mencipatakan kerurukan antar umat
beragama. Islam pun memiliki toleransi terhadap umat agama lain. Islam pun
memiliki pandangan-pandangan terhadap umat agama lain. Islam telah menentukan
mana umat yang wajib diperangi, mana yang wajib dilindungi, dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
A. Qohar Masjkoery, Sri Waluyo, Maswanih,
Mila Jamila, Mulyadi, Endang Sobana, 2003, SERI
DIKTAT KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM, Jakarta: Gunadarma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar